Selasa, 27 September 2011

PENYAKIT PARU RETRIKTIF


PENYAKIT PARU RETRIKTIF
PENYAKIT PARU RESTRIKTIF


A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pendahuluan
Pada penyakit paru restriktif terjadi keterbatasan ekspensi total paru-paru. Volume statis paru berkurang atau menghilang sebagai akibat penurunan komplians paru atau toraks. Klien dengan gangguan restriktif menunjukkan alkalosis respiratorik (yang disebabkan oleh peningkatan kompensasi dalam frekuensi atau kecepatan pernapasan untuk mengimbangi hilangnya volume paru). Jika peningkatan frekuensi pernapasan tidak dapat lagi mengopensasi volume paru yang hilang, maka akan terjadi hipoksemia (oksigen darah arteri rendah). Secara klinis individual dengan gangguan restriktif menunjukkan dispnea tingkat tertentu. Mereka sering menjadi dispnea saat melakukan aktivitas disik. Dengan progesi penyakit, individu akan mengalami dispnea saat istirahat. Selain itu individu dengan penyakit paru restriktif sering mempunyai bentuk kering. Tabel 5-1 menyajikan gangguan utama yang mengabaikan gangguan ventilatori restriktif primer.
2. Klasifikasi
Atelektasis
a. Definisi
o Atelektasi adalah penyakit restriktif akut yang umum terjadi, mencakup kolaps jaringan paru atau unit fungsional paru. Atelektasis merupakan masalah umum klien pascaoperasi. (KMB, Monica Ester S.Kep)
o Ateletaksis adalah ekspansi yang tidak sempurna paru saat lahir (ateletaksis neokatorum) atau kolaps sebelum alveoli berkembang sempurna, yang biasanya terdapat pada dewasa yaitu ateletaksis didapat (acovired aeletacsis) (buku ajar patologi II, Robins dan kumar)

b. Macam-macam Atelektasis
Atelektasis Neonatorum
Bentuk ini terbagi menjadi primer dan sekunder. Atelektasis primer neonatorum berarti bahwa respirasi belum pernah terjadi sepenuhnya. Banyak terjadi pada bayi prematur, di mana pusat pernapasan dalam otak tidak matur dan gerakan pernapasan masih terbatas. Faktor pencetus termasuk komplikasi persalinan yang menyebabkan hipoksia intrauter.
Pada autopsy, paru tampak kolaps, berwarna merah kebiruan, non crepitant, lembek dan alastis. Yang khas paru ini tidak mampu mengembang di dalam air. Secara histologis, alveoli mempunyai paru bayi, dengan ruang alveoli kecil yang seragam, dilapisi dindingin septa yang tebal yang tampak kisut. Epitel kubis yang prominem melaposi rongga alveoli dan sering terdapat edapan protein granular bercampur dengan debris amnion dan rongga udara.
Atelektasi neonatorum pada sistem, gawat napas, telah di bahas disebelumnya.

Atelektasis Acquired atau Didapat
Atelektasis pada dewasa, termasuk gangguan intratoraks yang menyebabkan kolaps dari ruang udara, yang sebelumnya telah berkembang. Jadi terbagi atas atelektasis absorpsi, kompresi, kontraksi dan bercak (gambir 13.7). istilah ini banya menyangkut mechanisme dasar yang menyebabkan paru kolaps atau pada distribusi dari perubahan tersebut.
Altelektasis absorpsi terjadi jika saluran pernapasan sama sekali tersumbat sehingga udara tidak dapat memasuki bagian distal parenkim. Udara yang telah tersedia secara lambat laun memasuki aliran darah, disertai dengan kolapsnya alveoli. Tergantung dari tingkat obstruksi saluran udara, seluruh paru, merupakan lobus yang lengkap, atau bercak segmen dapat terlibat. Penyebab tersering dari kolaps absorbsi adalah abstruksi bronchus oleh suatu sumbatan mucus. Hal ini sering terjadi pasca operasi. Asma bronchial, bronkiektasis dan bronchitis akut serta kronis, dapat pula menyebabkan obstruksi akut serta kronis. Dapat pula menyebabkan obstruksi akut serta kronis, dapat pula menyebabkan obstruksi karena sumbatan bahan mukopurulen. Kadang-kadang obstruksi disebabkan oleh aspirasi benda asing atau bekuan darah, terutama pada anak atau selama operasi rongga mulut atau anestesi. Saluran udara dapat juga ter sumbat oleh tumor, terutama karsinoma bronkogenik dengan pembesaran kelenjar getah bening (seperti pada tuberculosis, contohnya) dan oleh aneurisma pembuluh darah.
Atelektasis kompresi paling sering dihubungkan dengan penimbunan cairan darah atau udara dalam kavum pleura, yang secara mekanis menyebabkan kolaps paru di sebelahnya. Ini adalah kejadian yang sering pada efusi pleura dari penyebab apa pun, namun mungkin yang paling sering dihubungkan dengan hidrotoraks pada payah jantung kongesti. Pneumotoraks dapat juga menyebabkan atelektasis kompresi pada penderita dengan tirah baring dan penderita denan asites, atelaktasis basal menyebabkan posisi diafragma yang lebih tinggi.
Atelektasis kontraksi terjadi bila perubahan fibrosis pada paru dan pleura yang menghambat ekspensi dan meningkatkan daya pegas pada ekspirasi.
Atelektasis bercak bearti adanya daeah kecil-kecil dari kolaps paru, sepeti terjadi pada obstruksi bronkioli yang multiple karena sekresi atau eksudat pada kedua sindrom gawat napas orang dewasa dan bayi.
Pada sebagian kecil kasus, atelektasis terjadi karena patogenesis tertentu yang menyertai jelas pada dinding dada.
Atelektasis didapat (acquired) dapat akut atau kronis. Biasanya timbul karena sumbatan mucus yang relatif akut, yang menjadi manifest karena mendadak timbul sesak napas. Memang peristiwa sesak napas akut dalam 48 jam setelah satu prosedur pembedahan, hampir selalu didiagnosis sebagai atelektasis. Yang penting adalah atelektasis dapat didiagnosis dini dan terjadi reekspensi yang tepat dari paru yang terkena, karena perenkim yang kolaps amit peka terhadap infeksi yang menunggagi. Atelektasis persisten segmen paru mungkin merupakan bagian penting untuk terjadinya karsinoma bronkogenik yang diam-diam.
c. Tanda dan Gajala
Mungkin tidak didapatkan kelainan apa-apa selain dari penyakit yang mendasarinya, walaupun pada pasien dengan atelektasis yang luas mengelur nyeri dada, batuk dan dispnea. Pada pemeriksaan fisik mugkin tidak didapatkan kelainan dan bila ada, biasanya tidak spesifik berupa: krepetasi, suara napas, melemah atau ketika diperkusi dan sisi yang sakit didapatkan pekak.
d. Patofisiologi
Atelektasis adalah istilah yang berarti "Ekspensi Taksempurna" dan kondisi ini menunjukkan bahwa pada bagian paru yang terganggu mengalami kehilangan udara dan kolapa. Penting untuk diingat bahwa atelektasis berbeda dengan pneumotoraks. Meski pada kedua kondisiini terjadi karena alveoli mengalami kurang inflasi atau takterinflasi, sementara peneumotoraks terjadi karena udara memasuki ruang pleural.
e. Pencegahan atelektasis
1. Dorong klien untuk napas dalam dan bentuk efektif untuk mencegah penumpulan sekresi dan untuk mengeluarkan eksidat.
2. Ubah posisiklien dengan sering dan teratur, terutama dari posisi telentang ke posisi tegak, untuk meningkatkan ventilasi dan mencegak akumulasi sekresi.
3. Tingkatkan ekspensi dada yang repat selama bernapas untuk penyebaran udara dalam paru-paru secara menyeluruh.
4. Berikan medikasi atau sedatif secara biajaksana untuk mencegah depresi pernapasan.
5. Lakukan pengisapan untuk mengeluarkan sekresi trakheobron khiolar.
6. Lakukan drainase postural dan perkusi dada.
7. Dorong aktivitas atau ambulasi dini.
8. Ajarkan teknik sporometri insensif yang tepat.
f. Penatalaksanaan Klien
Pengobatan atelektasis didasarkan pada etiologi penyakit. Namun demikian pencegahan adalah faktor terpenting. Kerangka kerja terapi yang mendasar adalah mobilisasi dini dan perubahan posisi sering pada klien tirah baring atau klien pascaoprasi. Napas dalam dengan teratur penting karena pada klien ini umunya terjadi penurunan kesadaran akibat pengaruh anestesi, penurunan mobilitas, dan nyeri (Hanneman, 1995). Bronchodilator dan mukolitik, jika diindikasikan, dan fisioterapi dada akan sangat membantu, ventilasi yang adekuat dapat ditingkatkan denan perubahan posisi, batuk efektif, napas dalam, atau spirometri insentif.
Tanggung jawab keperawatan dalam hal ini adalah memberikan penyuluhan kesehatan tentang pentingnya teknik pernapasan termasuk latihan napas dalam dan teknik batuk efektif, dan aktifitas fisik lainnya sesuai dengan toleransi klien. Tindakan ini terutama penting untuk klien pascaoperatif dan tirah baring.

Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
a) Definisi
 Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) adalah istilah yang
Ø diterapkan untuk sindrom gagal napas hipoksemia akut tanpa hiperkapnea. Sindrom ini pertama kali diperkenalkan oleh T J Petty pada tahun 1967.
ARDS adalah suatu kondisi yang ditandai oleh hipoksemia barat, dispnea dan infiltrasi pulmonary bilateral. ARDS menyebabkan penyakit restriktif yang sangat parah. ARDS pernah dikenal dengan banyak nama termasuk syok paruh, paru-paru basah traumatic, sindrom kebocoran kapiler, postoerfusi paru, atelektasis kongestif dan insufisiensi pulmonal postraumatik. Sindrom ini tidak pernah timbul sebagai penyakit primer, tetapi sekunder akibat gangguan tubuh yang terjadi. (KBM, Monica Ester, S.Kep)
 ARDS adalah bentuk penyakit paru yang menyeluruh yang menyebabkan
Ø beberapa variasi dari kondisi klinik, beberapa di antaranya adalah gangguan penyakit non paru. Jadi bukan penyakit primer. (Buku Ajar Patologi II, Robins dan Kumar)
b) Kondisi klinis yang menyebabkan ARDS
1. Syol sepsis, hemoragi, kardiogenik, dan anafinaktik
2. Trauma, kontusio pulmonal, nonpulmonal dan multisistem
3. Infeksi: pneumonia (virus, bakteri {streptokokus atau stafilokokus}, tuberculosis miliaris).
4. Koagulasi intravascular diseminata (DIC)
5. Emboli lemak.
6. Aspirasi: Kandungan lambung yang sangat asam (pH kurang dari 2,5).
7. Menghirup agens beracun: asap, fosgen, nitrogen oksida.
8. Pankreatitis.
9. Toksistas oksigen
10. Penyalahgunaan obat narkotik: heroin, metadon.
11. Obat-obatan: etklorvinol, salisilat,
c) Potofisiologi
Perubahan patofisiologis yang mengakibatkan ARDS secara khas diawali oleh trauma mayor pada tubuh, seringkali merupakan serangan fisik terhadap sistem tubuh ketimbang sistem pulmonary. Perubahan patofisiologis berikut ini mengakibatkan sindrom klinis yang sebagai ARDS (Phipps, et al, 1995):
1) sebagai konsekuensi dari serangan pencetus, complement cascade menjadi aktif, yang selanjutnya meningkatkan permeabilitas dinding kapiler.
2) Cairan, leukosit granular, sel-sel darah merah (SDM), makrofag, sel debris, dan protein bocor ke dalam ruang interstisial antarkapiler dan alveoli dan pada akhirnya ke dalamruang alveolar.
3) Karena terdapatnya cairan dan debris dalam unterstisium dan alveoli, maka area permukaan untuk pertukaran oksigen dan karbon dioksida menurun, sehingga mengakibatkan rendahnya rasio ventilasi/perfusi (V/Q) dan hipoksemia.
4) Terjadi hiperventilasi kompensasi dari alveoli fungsional, sehingga mengakibatkan hipokapnea dan alkalosis respiratorik.
5) Sel-sel yang normalnya melapisi alveoli menjadi rusak dan diganti oleh sel-sel yang tidak menghasilkan surfakten, dengan demikian meningkatkan tekanan pembukaan alveolar.

PROSES PATOFISIOLOGI DARI SINDROM
GAWAT NAFAS PADA DEWASA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar anda
terimakasih telah berkunjung ke blog saya :)
semoga bermanfaat :)