Minggu, 27 November 2011

Efusi Pleura


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.  PENGERTIAN
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995)
Efusi Pleura adalah pengumpulan cairan didalam rongga pleura ( Brunner & Suddarth, 2001).

B.  ETIOLOGI
1.      Neoplasma, seperti neoplasma bronkogenik dan metastatik.
2.      Kardiovaskuler, seperti gagal jantung kongestif, embolus pulmonary dan perikarditis.
3.      Penyakit pada abdomen, seperti pankreatitis, asites, abses dan sindrom Meigs.
4.      Infeksi yang disebabkan bakteri, virus, jamur, mikobakterial dan parasit.
5.      Trauma
6.      Penyebab lain seperti lupus eritematosus sistemik, rematoid arthritis, sindroms nefrotik dan uremia.

C.  TANDA DAN GEJALA
1.      Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
2.      Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
3.      Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
4.      Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
5.      Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
6.      Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

D.  PATOFISIOLOGI
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.

E.   KOMPLIKASI
1.    Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.
2.    Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
3.    Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
4.    Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.
F.   PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Rontgen Toraks
Dalam foto thoraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan terlihat permukaan yang melengkung jika jumlah cairan > 300 cc. Pergeseran mediastinum kadang ditemukan.
2.      CT Scan Thoraks
Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang utama bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara umum mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan yang terdapat pada paru dan jaringan toraks lainnya.
3.      Ultrasound
Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul dan sering digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan pleura pada torakosentesis.
4.      Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan di antara sela iga ke dalam rongga dada di bawah pengaruh pembiusan lokal).

G.  PENATALAKSANAAN
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adequate.
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.
1.      Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.
2.      Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
3.      Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
4.      Torasentesis untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis), menghilangkan dispnea.
5.      Water seal drainage (WSD)
Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
6.      Antibiotika jika terdapat empiema.
7.      Operatif.

H.  ASUHAN KEPERAWATAN
1.    Pengkajian
a.       Anamnesis:
Pada umumnya tidak bergejala . Makin banyak cairan yang tertimbun makin cepat dan jelas timbulnya keluhan karena menyebabkan sesak, disertai demam sub febril pada kondisi tuberkulosis.

b.      Kebutuhan istrahat dan aktifitas
a)    Klien mengeluh lemah, napas pendek dengan usaha sekuat-kuatnya, kesulitan tidur, demam pada sore atau malam hari disertai keringat banyak.
b)   Ditemukan adanya tachicardia, tachypnea/dyspnea dengan usaha bernapas sekuat-kuatnya, perubahan kesadaran (pada tahap lanjut), kelemahan otot, nyeri dan stiffness (kekakuan).
c.       Kebutuhan integritas pribadi
a)      Klien mengungkapkan faktor-faktor stress yang panjang, dan kebutuhan akan pertolongan dan harapan
b)      Dapat ditemukan perilaku denial (terutama pada tahap awal) dan kecemasan
d.      Kebutuhan Kenyamanan/ Nyeri
a)      Klien melaporkan adanya nyeri dada karena batuk
b)      Dapat ditemukan perilaku melindungi bagian yang nyeri, distraksi, dan kurang istrahat/kelelahan
e.       Kebutuhan Respirasi
a)      Klien melaporkan batuk, baik produktif maupun non produktif, napas pendek, nyeri dada
b)      Dapat ditemukan peningkatan respiratory rate karena penyakit lanjut dan fibrosis paru (parenkim) dan pleura, serta ekspansi dada yang asimetris, fremitus vokal menurun, pekak pada perkusi suara nafas menurun atau tidak terdengan pada sisi yang mengalami efusi pleura. Bunyi nafas tubular disertai pectoriloguy yang lembut dapat ditemukan pada bagian paru yang terjadi lesi. Crackles dapat ditemukan di apex paru pada ekspirasi pendek setelah batuk.
Karakteristik sputum : hijau/purulen, mucoid kuning atau bercak darah
Dapat pula ditemukan deviasi trakea

f.       Kebutuhan Keamanan
a)      Klien mengungkapkan keadaaan imunosupresi misalnya kanker, AIDS , demam sub febris
b)      Dapat ditemukan keadaan demam akut sub febris
g.      Kebutuhan Interaksi sosial
a)      Klien mengungkapkan perasaan terisolasi karena penyakit yang diderita, perubahan pola peran.
2.    Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan perkusi pekak, fremitus vokal menurun atau asimetris bahkan menghilang, bising napas juga menurun atau hilang. Gerakan pernapasan menurun atau asimetris, lenih rendah terjadi pada sisi paru yang mengalami efusi pleura. Pemeriksaan fisik sangat terbantu oleh pemeriksaan radiologi yang memperlihatkan jelas frenikus kostalis yang menghilang dan gambaran batas cairan melengkung.
3.    Pemeriksaan Diagnostik
Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis
Apusan darah asam Zehl-Neelsen : positif basil tahan asam
Skin test : positif bereaksi (area indurasi 10 mm, lebih besar, terjadi selama 48 – 72 jam setelah injeksi.
Foto thorax : pada tuberkulosis ditemukan infiltrasi lesi pada lapang atas paru, deposit kalsium pada lesi primer, dan adanya batas sinus frenikus kostalis yang menghilang, serta gambaran batas cairan yang melengkung.
Biakan kultur : positif Mycobacterium tuberculosis
Biopsi paru : adanya giant cells berindikasi nekrosi (tuberkulosis)
Elektrolit : tergantung lokasi dan derajat penyakit, hyponatremia disebabkan oleh retensi air yang abnormal pada tuberkulosis lanjut yang kronis
ABGs : Abnormal tergantung lokasi dan kerusakan residu paru-paru
Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space, peningkatan rasio residual udara ke total lung capacity, dan penyakit pleural pada tuberkulosis kronik tahap lanjut.

I.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan dan upaya batuk buruk.
2.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru dan atalektasis
3.      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan kelemahan, dispnea dan anoreksia
4.       Intervensi
a.    Ketidak efektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan dan upaya batuk buruk.
NOC
1.       Menunjukkan pembersihan jalan nafas yang efektif dan dibuktikan dengan status pernafasan, pertukaran gas dan ventilasi yang tidak berbahaya :
2.       Mempunyai jalan nafas yang paten
3.       Mengeluarkan sekresi secara efektif.
4.       Mempunyai irama dan frekuansi pernafasan dalam rentang yang normal.
5.       Mempunyai fungsi paru dalam batas normal.

Menunjukkan pertukaran gas yang adekuatditandai dengan :
a)      Mudah bernafas
b)      Tidak ada kegelisahan, sianosis dan dispnea.
c)      Saturasi O2 dalam batas normal
d)     Rontgen toraks dalam rentang yang diharapkan.
NIC :
Kaji dan dokumentasikan
a)      Keefektifan pemberian oksigen dan perawatan yang lain.
b)      Keefektifan pengobatan.
c)      Kecenderungan pada gas darah arteri.
Auskultasi dada anterior dan posterior untukmengetahui adanya penurunan atau tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi hambatan.
Penghisapan jalan nafas
a)      Tentukan kebutuhan penghisapan oral/trakeal.
b)      Pantau status oksigen dan status hemodinamik serta irama jantung sebelum, selama dan setelah penghisapan.
Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk menurunan viskositas sekresi.
Jelaskan penggunaan peralatan pendukung denganbenar, misalnya oksigen, alat penghisap lender.
Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa merokok merupakan kegiatan yang dilarang di dalam ruang perawatan.
Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik nafas dalam untuk memudahkan keluarnya sekresi.
Rundingkan dengan ahliterapi oernafasan sesuai dengan kebutuhan.
Berikan oksigen yang telah dihumidifikasi.
Beritahu dokter tentang hasil analisa gas darah yang abnormal.
Bantu dalam pemberian aerosol. Nebulizer dan perawatan paru lain sesuai dengan kebijakan dan protocol institusi.
Anjurkan aktivitas fisik untuk meningkatkan pergerakan sekresi.
Jika pasien tidak mampu untuk melakukan ambulasi, letak posisi tidur pasien diubah tiap 2 jam.
Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur untuk menurunkan kecemasan dan peningkatan kontrol diri.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru dan atalektasis.
NOC :
Gangguan pertukaran gas akan terkurangi yang dibuktikan dengan status pernafasan yang tidak bermasalah.
Pertukaran gas tidak akan terganggu dibuktikan dengan indicator :
1.    Status neurologist dalam rentang yang diharapkan.
2.    Tidak ada dispnea saat istirahat dan aktifitas.
3.    Tidak ada gelisah, siamosis dan keletihan
4.    Pa O2, Pa CO2, pH arteri dan saturasi O2 dalam batas normal.
NIC :
Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman, usaha bernafas, produksi sputum.
Pantau saturasi O2 dengan oksimeter.
Pantau hasil analisa gas darah.
Pantau status mental ( tingkat kesadaran, gelisah, confuse)
Peningkata frekuensi pemantauan pada saatpasien tampak somnolen.
Observasi terhadap sianosis, terutama membran mukosa mulut.
Jelaskan penggunaan alat bantu yang digunakan.
Ajarkan teknik bernafas dan relaksasi.
Ajarkan batuk yang efektif.
Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan pemeriksaan AGD dan alat Bantu yang dianjurkan sesuai dengan perubahan kondisi pasien.
Laporkan perubahan kondisi pasien: bunyi nafas, pola nafas, hasil AGD dan efek dari pengobatan.
Berikan obat-obat yang diresepkan.
Jelaskan kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan prosedur, untuk menurunkan ansietas.
Lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi oksigen.
Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ventilasi dan mengurangi dispnea.
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
NOC :
Mentoleransi aktifitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya tahan, penghematan energi dan aktifitas kehidupan sehari-hari.
Menunjukkan penghematan energi ditandai dengan indicator :
a.    Menyadari keterbatasan energi.
b.    Menyeimbangkan aktifitas dan istirahat.
c.    Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas.
NIC :
Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktifitas.
Tentukan penyebab keletihan.
Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas.
Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber energi.
Pantau pola istirahat pasien dan lamanya istirahat.
Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang teknik perawatan diri yang akan meminimalkan konsumsi oksigen.
Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu untuk mencegah kelelahan.
Hindari menjadwalkan aktivitas perawatan selama periode istirahat.
Bantu pasien untuk mengubah posisi tidur secara berkala dan ambulasi yang dapat ditolerir.
Rencanakan aktifitas dengan pasien / keluarga yang meningkatkan kemandirian dan daya tahan.
Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktifitas.
Rencanakan aktivitas pada periode pasien mempunyai energi paling banyak.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan kelemahan, dispnea dan anoreksia.
NOC :
Menunjukkan status gizi yang baik dengan indicator adekuatnya makanan oral, pemberian makanan lewat NGT atau nutrisi parenteral.
Mempertahankan berat badan dalam batas normal.
Nilai laboratorium albumin, transferin dan elektrolit dalam batas normal.
NIC :
Tentukan motivasi pasien untk mengubah kebiasaan makan.
Pantau nilai laboratorium khususnya transferin, albumin dan elektrolit.
Ketahui makanan kesukaan pasien.
Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
Timbang pasien pada interval yang tepat.
Ajarkan keluarga dan pasien tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal.
Diskusikan dengan ahli gizi dalam memberikan asupan diet.
Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab perubahan nutrisi.
Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan.
Bantu makan sesuai kebutuhan.



BAB III
PENUTUP

Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar anda
terimakasih telah berkunjung ke blog saya :)
semoga bermanfaat :)