Minggu, 27 November 2011

Perawatan Luka

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perawatan luka merupakan salah satu bentuk asuhan keperawatan medikal bedah yang utama dan rutin dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dengan luka bakar, karena merupakan keadaan dimana kontinuitas jaringan rusak akibat pemaparan zat panas pada kulit. Dengan tindakan perawatan luka yang tepat, luka bakar akan dapat disembuhkan dengan cepat. Sehingga sebagai implikasinya waktu hospitalisasi akan pendek dan biaya yang ditanggung pasien semakin murah.
Luka adalah kerusakan pada jaringan kulit yang normal. Luka dibagi dalam dua kategori antaralain intentional wound ( disengaja ) dan unintentional wound ( luka yang tidak disengaja ). Intentional wound adalah hasil dari tindakan-tindakan pengobatan, contohnya insisi pada operasi, IV therapy, lumbal pungsi. Luka intentional merupakan luka yang bersih dan perdarahan biasanya terkontrol, sebab pada luka ini dilikukan secara steril dalam kondisi yang aseptis dan resiko terjadinya infeksi rendah. Sedangkan unintentional wound terjadi karena trauma misalnya karena kecelakaan, luka tembak dan luka bakar.
B.     Tujuan
1.      Tujuan Umum
      Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas KKD I dan memahami tentang konsep luka.
2.      Tujuan Khusus
a.       Mengetahui pengertian dan jenis-jenis luka.
b.      Mengetahui proses penyembuhan dan pengkajian luka.
c.       Mengetahui komplikasi dan perawatan luka.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.   PENGERTIAN LUKA
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit.( Taylor, 1997). Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain(Kozier, 1995).
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1.      Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ.
2.      Respon stres simpatis.
3.      Perdarahan dan pembekuan darah.
4.      Kontaminasi bakteri.
5.      Kematian sel

B.     JENIS-JENIS LUKA
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a.  Clean Wounds (Luka bersih)
    Luka bersih yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt).Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.

b.  Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi)
Luka bersih terkontaminasi merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.

c.       Contamined Wounds (Luka terkontaminasi)
Luka terkontaminasi merupakan  termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.

d.      Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi)
Luka kotor  yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.









2Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
a.   Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema)
      Luka superficial yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b.   Stadium II : Luka “Partial Thickness”
Luka partial thickness yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c.   Stadium III : Luka “Full Thickness”
Luka full thickness yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot.Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d.   Stadium IV : Luka “Full Thickness”
Luka yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan  tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.


3.  Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a.   Luka akut
Luka akut yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.

b.   Luka kronis
Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.


4.  Berdasarkan Mekanisme Terjadinya Luka
a.   Luka insisi (Incised wounds)
Luka insisi terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan.Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi).
b.   Luka memar (Contusion Wound)
Luka memar terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
c.   Luka lecet (Abraded Wound) 
Luka lecet terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
d.   Luka tusuk (Punctured Wound)
Luka tusuk terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
e.       Luka gores (Lacerated Wound)
Luka gores terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.
f.       Luka tembus (Penetrating Wound)
Luka tembus yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
g.      Luka bakar (Combustio) 
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).


C.     TAHAP PENYEMBUHAN LUKA
Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan “proses peradangan”, yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak (swelling), kemerahan (redness), panas (heat), Nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impaired function).
Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase :
1.      Fase Inflamasi
Tahap ini muncul segera setelah injuri dan dapat berlanjut sampai 5 hari. Inflamasi berfungsi untuk mengontrol perdarahan, mencegah invasi bakteri, menghilangkan debris dari jaringan yang luka dan mempersiapkan proses penyembuhan lanjutan.
Adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak.
Tujuannya adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan.
Pada awal fase ini terjadi :
a.       Kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi sebagai hemostasis.
b.      Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan “substansi vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi.
c.       Selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah.
d.      Periode ini berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler akibat stimulasi saraf sensoris (Local sensory nerve endding), local reflex action dan adanya substansi vasodilator (histamin, bradikinin, serotonin dan sitokin).
e.       Histamin juga menyebabkan peningkatan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi oedema jaringan dan keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis.
f.       Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan : eritema, hangat pada kulit, oedema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.


2.      Fase Proliferatif
Tahap ini berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu. Fibroblast (sel jaringan penyambung) memiliki peran yang besar dalam fase proliferasi  yaitu memperbaiki dan menyembuhkan luka.
Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan yaitu :
a.       Bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses reonstruksi jaringan.
b.      Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang.
c.       Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun (rekontruksi) jaringan baru.
d.       Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat oleh fibroblas, memberikan pertanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka.
e.       Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam didalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan “granulasi”.
f.       Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth faktor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet. Biasanya terjadi 7-21 hari.


3.      Fase Maturasi
Tahap ini berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat berlangsung sampai berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang. Dalam fase ini terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi vaskularitas luka.
Tujuan dari fase maturasi adalah :
a.       Menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu.
b.      Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringa mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut.
c.       Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan.
d.      Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.
e.       Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan parut mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktifitas normal.






D.    PENGKAJIAN LUKA
1.      Tujuan Pengkajian
a.       Mendapatkan informasi yang relevan tentang pasien dan luka.
b.      Memonitor proses penyembuhan luka.
c.       Menentukan program perawatan luka pada pasien.
d.      Mengevaluasi keberhasilan perawatan
2.      Pengkajian Riwayat Pasien
Pengkajian luka harusnya dilakukan secara holistic yang bermakna bahwa pengkajian luka bukan hanya menentukan mengapa luka itu ada namun juga menemukan berbagai factor yang dapat menghambat penyembuhan luka. (Carvile K 1998).
Faktor –faktor penghambat penyembuhan luka didapat dari pengkajian riwayat penyakit klien. Faktor yang perlu diidentifikasi antara lain :
a.    Faktor Umum
1)      Usia
2)      Penyakit Penyerta
3)      Vaskularisasi
4)      Status Nutrisi
5)      Obesitas
6)      Gangguan Sensasi atau mobilisasi
7)      Status Psikologis
8)      Terapi Radiasi
9)      Obat-obatan.
b.   Faktor Lokal
1)      Kelembaban luka
2)      Penatalaksanaan manajemen luka
3)      Suhu Luka
4)      Tekanan, Gesekan dan Pergeseran
5)      Benda Asing
6)      Infeksi Luka
3.      Menurut Carville (1998), Pengkajian luka meliputi :
a.       Type luka
b.      Type Penyembuhan
c.       Kehilangan jaringan
d.      Penampilan klinis
e.       Lokasi
f.       Ukuran Luka
g.      Eksudasi
h.      Kulit sekitar luka
i.        Nyeri
j.        Infeksi luka
k.      Implikasi psikososial
E.     KOMPLIKASI LUKA
1.      Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Proses peradangan biasanya muncul dalam 36 – 48 jam.
Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan denyut nadi dan temperatur, dan peningkatan jumlah sel darah putih.

Jenis infeksi yang mungkin timbul antara lain :
a.       Cellulitis merupakan infeksi bakteri pada jaringan.
b.      Abses, merupakan infeksi bakteri terlokalisasi yang ditandai oleh : terkumpulnya pus (bakteri, jaringan nekrotik, sel darah putih).
c.       Lymphangitis, yaitu infeksi lanjutan dari selulitis atau abses yang menuju ke sistem limphatik.Hal ini dapat diatasi dengan istirahat dan antibiotik.
2.      Perdarahan (Hemoragi)
Perdarahan dapat mengindikasikan suatu jahitan yang lepas, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain).
Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 24 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan.Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan.
3.      Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius.
Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total.
Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan.
Sejumlah faktor meliputi: kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka.
Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline.Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.



4.      Jaringan parut
Luka yang sembuh, kadang tidak dapat kembali seperti semula dan meninggalkan jaringan parut. Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya jaringan parut ini, antara lain luka yang lebar dan dalam, luka yang memerlukan banyak tindakan untuk menyatukannya kembali dan luka yang kotor atau terinfeksi.
5.      Fistula
Saluran abnormal yang berada diantara dua buah organ atau diantara organ dan bagian luar tubuh.


F.     PERAWATAN LUKA
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.
1.      Evaluasi luka
Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
2.      Tindakan Antiseptik
Tindakan antiseptik prinsipnya untuk mencuci amankan kulit.  Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik seperti:
a.       Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).
b.      Halogen dan senyawanya.
1)    Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas  dan dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam.
2)    Povidon Yodium(Betadine, septadine dan isodine), merupakan kompleks yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap.

c.       Oksidansia
1)      Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak lemah berdasarkan sifat oksidator.
2)       (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran dari dalam luka dan membunuh kuman anaeb.
d.      Logam berat dan garamnya.
1)      Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur.
2)      Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya kerak (korts).
e.       Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
f.       Derivat fenol
1)      Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah dan genitalia eksterna sebelum operasi dan luka bakar.
2)      Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.
3.   Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan debris (InETNA, 2004:16). Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :
a.       Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati dan benda asing.
b.      Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
c.       Berikan antiseptik
d.      Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal.
e.       Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000: 398;400)
4.      Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam.
5.      Penutupan Luka
Penutupan luka adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
6.       Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada penilaian kondisi luka.
Pembalutan berfungsi :
a.       Sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi.
b.      Mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan.
c.       Sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.
7.       Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
8.       Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi.










BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. (Taylor, 1997). Dan terdapat berbagai jenis-jenis luka menurut kontaminasi, kedalaman, luas, waktu dll. Luka juga menyebabkan komplikasi seperti pendarahan, infeksi, Dehiscence dan Eviscerasi, jaringan parut dan fistula dan bagaimana cara malakukan perawatan luka.
           
B.     Saran

Dari hasil makalah yang penulis buat ini, maka masih banyak kekurangannya, baik dari sisi isinya maupun dari sumber-sumber yang diambil, oleh karena itu untuk kelanjutannya penulis mengharapkan pembaca dapat meningkatkan dan mengembangkan lagi mengenai hal ini.











DAFTAR PUSTAKA
 
Perry & Potter, 1999. Buku Ajar Fundamental Of Nursing Vol.2. Jakarta : EGC
Luka dan Perawatannya (Ismail S.Kep, Ns, M.Kes), Manajemen Luka (Moya J. Morison, 2003).
ansjoer.Arif, dkk.Eds.2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Walton,Robert L. 1990. Perawatan Luka dan Penderita Perlukaan Ganda, Alih bahasa. Sonny Samsudin, Cetakan I. Jakarta : EGC.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar anda
terimakasih telah berkunjung ke blog saya :)
semoga bermanfaat :)