Minggu, 23 Oktober 2011

jantung koroner

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Ø  Jantung koroner adalah penyakit pada arteri koronaria dimana terjadi penyempitan atau sumbatan arteri koronaria yang sering kali disebabkan karena proses atheroclerosis.

Ø  Jantung koroner merupakan salah satu penyakit pembunuh yang paling ditakuti di seluruh dunia. Biasanya penyakit ini dialami oleh orang berusian produktif dan menyerang secara mendadak hingga menimbulkan kematian.



Ø  Jantung Koroner juga merupakan  jenis penyakit yang banyak menyerang penduduk Indonesia. Kondisi ini terjadi akibat penyempitan/penyumbatan di dinding nadi koroner karena adanya endapan lemak dan kolesterol sehingga mengakibatkan suplaian darah ke jantung menjadi terganggu. Perubahan pola hidup, pola makan, dan stres juga dapat mengakibatkan terjadinya penyakit jantung koroner.


B.     Etiologi
Etiologi Timbul berbagai pendapat yang saling berlawanan sehubungan dengan patogenesis arteroklerosis pembuluh koroner.Namun perubahan patologis yang terjadi pada pembuluh yang mengalami kerusakan dapat diringkaskan sebagai berikut:
1.      Dalam tunika intima timbul endapan lemak dalam jumlah kecil yang tampak bagaikan garis lemak.
2.      Penimbunan lemak , terutama beta- lipoprotein yang mengandung banyak kolesterol intima dan tunika media bagian dalam
3.      Lesi yang diliputi oleh jaringan fibrosa menimbulkan plak fibrosa.
4.      Timbul arteroma atau kompleks plak ateroklerotik dari lemak, jaringan fibrosa, kolagen, kalsium, febriselular dan kapiler.
5.      Perubahan degeneratif dinding arteria.
Atheroclerosis menyababkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koronaria, sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah  meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen akan di ikuti keseimbangan vaskular yang mengurangi kemampuan pembuluh melebar. Dengan demikian keseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2 menjadi genting, membahayakan miokardium distal dari daerah lesi.
Faktor terjadinya penyakit jantung koroner :
1.      Yang tidak dapat di ubah
-          Jenis kelamin
-          Usia >35th
-          Keturunan
-          Ras
2.      Faktor yang dapat diubah :
·         Lemak yang berlebihan  :
-          Hiperkolesterolemia
-          Hiperlipidemia
-          Hipertrigliserida
·         Merokok
·         Hipertensi
·         Obesitas
·         Diabetes militus
·         Stress
·         Kurang aktifitas

C.     Manifestasi Klinis
a. Angina (Sakit dada yang tidak khas)
b. Breathlessness (Nafas terasa berat atau terasa sebagai gangguan nafas)
c. Clammy perspiration (Keringat dingin)
d. Dizziness (Sakit kepala)
e. Edema
f. Fluttering (Berdebar)
g. Gastric Upset (nausea) Mual mual                                                  
h. Heavy Fullness (Sakit dada seperti tertindih barang berat).

D.    Patofisiologi
Penyakit jantung koroner dan micardiail infark merupakan respons iskemik dari miokardium yang di sebabkan oleh penyempitan arteri koronaria secara permanen atau tidak permanen. Oksigen di perlukan oleh sel-sel miokardial, untuk metabolisme aerob di mana Adenosine Triphospate di bebaskan untuk energi jantung pada saat istirahat membutuhakn 70 % oksigen. Banyaknya oksigen yang di perlukan untuk kerja jantung di sebut sebagai Myocardial Oxygen Cunsumption (MVO2), yang dinyatakan oleh percepatan jantung, kontraksi miocardial dan tekanan pada dinding jantung.
Jantung yang normal dapat dengan mudah menyesuaikan terhadap peningkatan tuntutan tekanan oksigen dangan menambah percepatan dan kontraksi untuk menekan volume darah ke sekat-sekat jantung. Pada jantung yang mengalami obstruksi aliran darah miocardial, suplai darah tidak dapat mencukupi terhadap tuntutan yang terjadi. Keadaan adanya obstruksi letal maupun sebagian dapat menyebabkan anoksia dan suatu kondisi menyerupai glikolisis aerobic berupaya memenuhi kebutuhan oksigen
 Dalam keadaan normal suplai O2 ke seluruh jaringan susuai dengan kebutuhannya. Adanya penyempitan atau sumbatan pembuluh darah, perfusi jaringan terhambat sehingga suplai O2 tidak sesuai dengan kebutuhan jaringan, akibatnya jaringan menjadi iakemi, jadi metabolisme anaerob yang menhasilkan asam laktat yang menimbulkan nyeri. Jika pembuluh yang tersumbat adalah A.koronaria maka nyeri dirasakan pada dada kiri. Seharusnya pada kondisi seperti jaringan di istirahatkan tetapi jantung selama manusia itu hidup tidak mungkin di istirahatkan. Oleh karena itu jantung yang sudah iskemik terus-menerus dipergunakan maka suatu saat akan mengalami nekrosis ( infark )

Penimbunan asam laktat merupakan akibat dari glikolisis aerobik yang dapat sebagai predisposisi terjadinya disritmia dan kegagalan jantung. Hipokromia dan asidosis laktat mengganggu fungsi ventrikel. Kekuatan kontraksi menurun, gerakan dinding segmen iskemik menjadi hipokinetik.
Kegagalan ventrikel kiri menyebabkan penurunan stroke volume, pengurangan cardiac out put, peningkatan ventrikel kiri pada saat tekanan akhir diastole dan tekanan desakan pada arteri pulmonalis serta tanda-tanda kegagalan jantung.
Kelanjutan dan iskemia tergantung pada obstruksi pada arteri koronaria (permanen atau semntara), lokasi serta ukurannya. Tiga menifestasi dari iskemi miocardial adalah angina pectoris, penyempitan arteri koronarius sementara, preinfarksi angina, dan miocardial infark atau obstruksi permanen pada arteri koronari (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993).
E.     Pathways
PJK

Rerspon sistemik

miokardium
Arteri koronia
-permanen
-tidak permanen
Sel-sel miokardial
oksigen
Untuk metabolisme aerob
Adenosine Triphospate di bebaskan untuk energi jantung pada saat istirahat membutuhakn 70 % oksigen

Myocardial Oxygen Cunsumption
percepatan jantung
 











F.      Pencegahan Penyakit Jantung Koroner
1.      Gaya hidup seimbang dan menghindari risiko stres sangat dibutuhkan agar seseorang tidak terkena penyakit jantung koroner.
2.      Mengonsumsi makanan sehat dan berserat tinggi. Kurangi makanan yang berlemak dan berkolesterol tinggi agar tidak terjadi kegemukan.
3.      Segera berhenti merokok. Merokok menyebabkan elastisitas pembuluh darah berkurang sehingga meningkatkan pengerasan pembuluh darah arterin yang memicu stroke.
4.      Mengurangi atau menghindari minuman beralkohol
5.      Olahraga yang teratur
6.      Hindari penggunaan obat-obatan terlarang

G.    Komplikasi
1.      Tromboemboli
2.       Angina pectoris
3.      Gagal jantung kongestif
4.      Infark miokardium

H.    Pengobatan Jantung Koroner

Obat-obatan Ada beberapa jenis obat yang biasanya diberikan kepada penderita penyakit jantung koroner ini. Pertama adalah golongan statin. Obat ini berfungsi menurunkan kadar lemak darah dengan mencegah pembentukan kolesterol terutama kolesterol jahat atau low density lippoprotein (LDL). "Obat ini juga mempunyai efek pleotropik yaitu mengurangi inflasi plak agar tidak mudah pecah. Apabila plak pecah, bisa terjadi serangan jantung," terang dr Budhi.

Statin ini hanya diminum sekali dalam sehari. Biasanya pada malam hari untuk jangka waktu yang panjang. Efek samping obat ini adalah terjadinya gangguan hati. "Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan fungsi hati secara berkala. Setelah beberapa bulan pemakaian, biasanya otot terasa nyeri," sambungnya.

Kedua, asetosal. Asetosal berfungsi menghambat pengumpulan keping darah atau trombosit dan mencegah serangan jantung sampai 20 persen. Tapi asetosal ini tidak bisa dikonsumsi pasien yang menderita sakit lambung. Sebagai gantinya, bisa diberikan clopidrogel yang dikonsumsi selama 1 bulan sampai setahun.

Obat lain yang bisa diberikan adalah penyekat beta. "Obat ini berfungsi menurunkan denyut jantung dan melebarkan koroner atau vasodilatasi," imbuh dr Budhi. Tapi penderita asma, penderita penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), atau dengan blok irama jantung tidak boleh mengonsumsi obat ini. Sebagai gantinya, bisa diberikan golongan antagonis kalsium seperti diltiazem.

Obat lain yang juga diberikan adalah penghambat enzim pengubah angiotensinogen. Obat ini mencegah perubahan struktur dan mengurangi beban jantung. "Pemberian enzim pengubah angiotensinogen itu sendiri dalam jangka panjang dan mempunyai efek samping yaitu si pasien mengalami gangguan batuk dan bisa diganti dengan golongan penghambat reseptor angiotensin," jelasnya
Beberapa jenis tumbuhan yang bisa mencegah dan mengatasi penyakit jantung koroner :
1.      Daun mahkota dewa
2.      Mengkudu
3.      Bawang putih
4.      Jamur kuping hitam
5.      Bunga mawar
6.      Siantan



Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada ukuran yang pasti untuk mengetahui penyakit jantung koroner. Tapi beberapa jenis tes berikut dapat memberikan gambaran apakah seseorang mengidap penyakit jantung koroner.Tergantung kebutuhannya, beragam jenis pemeriksaan dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis PJK dan menentukan derajatnya. Dari yang sederhana sampai yang invasif sifatnya.
1.         Electrocardiogram
2.         Stress test
3.         Nuclear scanning
4.         Coronary angigraphy
1.      Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan aktifitas listrik jantung, atau gambaran elektrokardiogram (EKG) adalah pemeriksaan penunjang untuk memberi petunjuk adanya PJK. Dengan pemeriksaan ini kita dapat mengetahui apakah sudah ada tanda-tandanya. Dapat berupa serangan jantung terdahulu, penyempitan atau serangan jantung yang baru terjadi, yang masing-masing memberikan gambaran yang berbeda.
2.      Foto rontgen dada
Dari foto rontgen dada dokter dapat melihat ukuran jantung, ada-tidaknya pembesaran. Di samping itu dapat juga dilihat gambaran paru. Kelainan pada koroner tidak bisa dilihat dari foto rontgen ini. Dari ukuran jantung dapat dinilai apakah seorang penderita sudah berada pada PJK lanjut. Mungkin saja PJK lama yang sudah berlanjut pada payah jantung. Gambarannya, biasanya jantung terlihat membesar.
3.      Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan untuk mengetahui kadar kolesterol darah dan trigliserida sebagai faktor risiko. Dari Pemeriksaan darah juga dapat diketahui ada-tidaknya serangan jantung akut dengan melihat kenaikan enzim jantung.
4. Coronary angigraphy (Treadmill)
Bila dari semua pemeriksaan diatas diagnosa PJK belum berhasil ditegakkan, biasanya dokter jantung/ kardiologis akan merekomendasikan untuk dilakukan treadmill.
Dalam kamus kedokteran Indonesia disebut jentera, alat ini digunakan untuk pemeriksaan diagnostic PJK. Berupa ban berjalan serupa dengan alat olah raga umumnya, namun dihubungkan dengan monitor dan alat rekam EKG. Prinsipnya adalah merekam aktifitas fisik jantung saat latihan. Dapat terjadi berupa gambaran EKG saat aktifitas, yang memberi petunjuk adanya PJK. Hal ini disebabkan karena jantung mempunyai tenaga serap, sehingga pada keadaan sehingga pada keadaan tertentu dalam keadaan istirahat gambaran EKG tampak normal.
Dari hasil teradmil ini telah dapat diduga apakah seseorang menderita PJK. Memang tidak 100% karena pemeriksaan dengan teradmil ini sensitifitasnya hanya sekitar 84% pada pria sedangka untuk wanita hanya 72%. Berarti masih mungkin ramalan ini meleset sekitar 16%, artinya dari 100 orang pria penderita PJK yang terbukti benar hanya 84 orang. Biasanya perlu pemeriksaan lanjut dengan melakukan kateterisasi jantung.
Pemeriksaan ini sampai sekarang masih merupakan “Golden Standard” untuk PJK. Karena dapat terlihat jelas tingkat penyempitan dari pembuluh arterikoroner, apakah ringan,sedang atau berat bahkan total.

I.       Penatalaksanaan
Ø  CABG
Ø  IABG
Ø  Operasi By-pass
Ø  EECP
Ø  Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Penyakit Jantung Koroner

Apakah bedah/operasi pintas koroner itu (CABG)?
Bedah/operasi pintas koroner dalam istilah asingnya disebut sebagai Coronary Artery Bypass Graft (CABG), dilakukan dengan membuat saluran baru melewati bagian arteri koroner yang mengalami penyempitan atau penyumbatan. Bahasa kitanya bisa disebut sebagai jalan pintas. Ini dimaksudkan agar kekurangan pasokan darah termasuk oksigen ke bagian
ujung (distal) dari penyempitan dapat diatasi. Bagian yang menyempit tetap seperti semula. Ya, andaikan suatu saat kemudian terjadi penyumbatan total pada bagian yang menyempit, maka pasokan darah untuk otot jantung tadi tetap terjamin. Saluran baru yang dipasang dapat diambil dari pembuluh darah balik di tungkai bawah. Biasanya dari vena saphena,
dapat juga dari pembuluh nadi (arteri) ditangan yaitu dari arteri radialis, arteri brachialis atau dari pembuluh darah yang memperdarahi susu yang disebut arteria mammaria. Bisa satu atau keduanya tergantung kebutuhan. CABG dilakukan dengan membuka dada dengan pemotongan tulang dada untuk kemudian menguakkan bagian kanan dan kiri dada sedemikian sehingga jantung dapat terlihat secara nyata. Sudah tentu banyak jaringan-jaringan dan alat-alat harus dipisahkan dulu sebelum sampai menjamah jantung. Dokter Spesialis Bedah Jantung akan memastikan kembali hasil kateterisasi yang menunjukkan penyempitan. Setelah itu barulah memasang pembuluh darah baru yang diambil dari kaki, tangan atau pembuluh yang memperdarahi susu tadi melewati tempat penyempitan. Sebelum menutup kembali rongga dada lapis demi lapis, sudah barang tentu diadakan pengujian terhadap graft yang dipasang, kalau-kalau ada kebocoran atau pendarahan baik pada pangkal maupun ujung.
 Penatalaksanan
Teknik baru operasi CABG
Awalnya CABG dilakukan dengan memakai mesin jantung paru (heart lung machine), dengan teknik ini jantung dihentikan berdenyut dengan memakai obat yang disebut cardioplegic. Jantung benar-benar diam. Sementara itu urusan peredaran darah dan pertukaran udara diurus oleh mesin jantung paru. Paru akan mengempis menjadi kira-kira sebesar
bola pingpong bila diremas. Belakangan ini sejak awal tahun 2000, telah diperkenalkan teknik operasi tanpa mesin jantung paru (off pump CABG). Teknik ini dilakukan dalam keadaan jantung berdenyut normal. Paru-paru pun berfungsi seperti biasa. Dokter bedah
jantung memasang graft dalam keadaan jantung berdenyut. Metode ini telah banyak dilakukan di Pusat Jantung Nasional/National Cardiovascular Center Harapan Kita. Metode off pump ini banyak memberikan keuntungan. Selain lama rawat lebih singkat, biaya operasipun bisa lebih murah. Tetapi tidak semua pasien yang memerlukan CABG akan dilakukan dengan metode ini. Semua tergantung pada indikasi masing-masing



J.       Penanggulangan Penyakit Jantung Koroner (PJK)
1.      Obat-obatan
Penyakit jantung koroner (PJK) akibat penyimpitan arteri koroner, sehingga supply darah ke otot jantung berkurang. Maka obat-obat untuk penyakit jantung koroner (PJK) dikelompokkan menjadi 3 : 

·         Obat-obat yang dapat meningkatkan supply darah ke otot jantung.
Obat yang melebarkan pembuluh darah koroner.
Nitrat : nama dagang dari nitrat ada diantaranya Cedocard, Isoket, Farsorbit, Imdure, ISMO.
Efek samping : bagi pasien yang sensitif, dapat menimbulkan sakit kepala yang hebat. Obat ini tidak bisa diberikan pada pasien yang tekanan darah rendah (Hipotensi).

Obat yang menjamin darah tidak bergumpal: aspirin dosis rendah (Farmasal, Cardio aspirin, Thromboaspilet, Ascardia), tiklopidin (Ticlid), clopidogrel (plavix). Efek samping: pemakaian lama dapat menimbulkan peradangan yang dapat berlanjut menjadi pendarahan lambung. Bagi pasien yang sensitif dapat mengurangi sel darah trombosit dan menimbulkan pendarahan.

·         Obat-obat yang menurunkan kebutuhan O2 pada otot jantung. Golongan obat-obat ini memiliki efek menekan laju jantung dan kontraktilitas otot jantung sehingga tidak boleh diberikan pada penderita yang laju jantung pelan dan yang gagal jantung.

Betablocker (Propranolol, Inderal, Tenormin, Farnormin, Atenolol, Concor, Mentate). Efek samping dari obat-obatan ini dapat mengakibatkan impotensi.
Calsium antagonis (Herbesser, Dilmen, Diltiazem).

·         Obat-obat untuk penyakit penyerta. Penyakit jantung koroner adalah penyakit degeneratif sehingga sebagian besar mengenai lapisan masyarakat umur pertengahan atau lanjut usia. Pada Kelompok usia ini, kebanyakan penderita juga memiliki penyakit penyerta lain, seperti kencing manis (Diabetes Mellitus), darah tinggi (Hipertensi), Oesteoporis, dan lain-lain. Jadi selain obat-obat penyakit jantung koroner maka obat penyakit penyerta seperti obat kencing manis dan obat darah tinggi harus dikonsumsi bersama-sama.

2.      Balon dan pemasangan stent
Balon arteri koroner adalah suatu tehnik menggunakan balon halus yang dirancang khusus untuk membuka daerah sempit di dalam lumen arteri koroner. Apabila pada kateterisasi jantung ditemukan ada penyempitan yang cukup signifikan misalnya 80% penyempitan, maka biasanya dokter jantung menawarkan agar dilakukan balonisasi dan pemasangan stent. Istilah kedoteran yang lengkap dari balon arteri koroner adalah Percutaneus Transluminal Coronary Angioplasty atau disingkat dengan PTCA.

Persiapan dan prosedur melakukan balon arteri koroner hampir sama seprti melakukan kateterisasi jantung. Pasien diberi keterangan lengkap mengenai sebab dilakukan balon, apa keuntungan yang diperoleh dan juga komplikasi yang mungkin terjadi misalnya diseksi (pembuluh darah robek), tamponade (cairan tertimbun di ruang selaput jantung), terjadi trombus sampai serangan jantung atau gagal jantung. Serta kesediaan pasien untuk dilakukan operasi jantung apabila terjadi komplikasi tersebut diatas.

Pasien diminta menandatangani surat persetujuan dilakukan prosedur balonisasi dan juga surat persetujuan dilakukan operasi jantung. Seperti proses kateterisasi, pasien dicukur dan dipuasakan kurang lebih 6 jam. Kemudian dilakukan anestesi lokal dan dimasukkan kateter.

Stelah ujung kateter ditempatkan di pangkal arteri koroner, melalui lobang kateter dimasukkan tubing kecil yang memiliki balon di ujungnya. Tubing kecil ini dimasukkan kedalam arteri koroner tepat di daerah penyempitan, kemudian balon dikembangkan beberapa kali untuk melebarkan daerah yang sempit. Kemudian balon dan kateter dikeluarkan.

Dengan hanya melebarkan arteri yang menyempit dengan balon, angka restenosis atau menyempit kembali dari plak di dalam lumen arteri koroner cukup tinggi. Hal ini disebabkan pada waktu balon dikembangkan, maka trauma yang terjadi bukan saja menyebabkan plak menjadi retak-retak, akan tetapi pada tempat itu juga terjadi produksi bahan stres oksidatif yang disebut isoprostan. Dengan demikian endotel dan otot polos dibawah plak akan terangsang untuk membentu suatu intima baru.
Angka restenosis atau penyumbatan kembali yang tinggi dari balonisasi arteri koroner ini memaksa para ahli mencari akal lain agar dapat mencegah efek saming angioplasti atau balonisasi ini.
Pada tahun 1987 mulai direkomendasi pemasangan stent pada setiap balonisasi. Stent merupakan suatu pegas artifisial atau orang awam menyebutnya sebagai cincin, yang ditempatkan pada daerah penyempitan untuk mengganjal plak aterosklerosis agar tidak menyempit lagi.
Namun kenyataannya, setelah kurang lebih dua puluh tahun sejak diperkenalkannya stent menunjukkan, bahwa pemasangan stent juga belum bisa menyelesaikan masalah karena angka penyumbatan kembali dari arteri koroner masih cukup tinggi yaitu kira-kira 30-40% pada 6 bulan pertama.
Sampai hari ini, berbagai laporan masih menunjukkan bahwa balonisasi dan pemasangan stent (walaupun stent berlapis obat) belum terbukti menurunkan risiko terjadinya serangan jantung ulang dan kematian.

3. Operasi By-pass
Operasi Bypass adalah penyambungan pembuluh darah baru dari pangkal aorta ke distal penyempitan sehingga darah tetap mengalir melalui bypass. Tujuan operasi bypass adalah untuk meningkatkan suplai darah ke miokard sehingga dapat meredakan keluhan nyeri dada, menurunkan kejadian serangan jantung dan memperpanjang hidup pasien.

Selama dilakukan pembedahan, pasien diberikan anestesi umum agar tidak sadar dan tidak merasa sakit. Pernapasan dibantu dengan ventilator. Setelah itu, dinding toraks (dada) dibuka, jantung yang sedang berdenyut dihentikan dengan suhu dingin, kemudian aliran darah yang secara normal dipompakan keluar dari jantung dialihkan pada mesin jantung (heart lung machine).

Dengan demikian, doketr ahli bedah dapat dengan tenang menggunakan sepotong vena atau arteri untuk membuat bypass (jalan pintas) pada bagian arteri koroner yang tersumbat atau sakit. Jadi jalan pintas yang mulus ini memungkinkan darah dan oksigen dapat mengalir kembali ke otot jantung.

Pembuluh darah yang dipakai untuk bypass ini disebut graft; ujung yang sau dihubungkan dengan aorta ascenden sedangkan ujung yang lain akan disambungkan ke arteri koroner dibawah dari pada daerah penyempitan. Operasi bypass membutuhkan waktu 4 hingga 6 jam.

Pasien penyakit jantung koroner (PJK) yang dianjurkan operasi bypass adalah mereka yang hasil katererisasi jantung ditemukan adanya:

1) Penyempitan >50% dari arteri koroner kiri utama (left main disease), atau left main equivalent yaitu penyempitan menyerupai left main artery misalnya ada penyempitan di bagian proximal dari arteri anterior desenden dan arteri circumflex.
2) Penderita dengan 3 vessel disease yaitu tiga arteri koroner semuanya mengalami penyempitan bermakna yang fungsi jantung mulai menurun (ejection fraction <50%).
3) Penderita yang gagal dilakukan balonisasi dan stent.
4) Penyempitan 1 atau 2 pembuluh namun pernah mengalami henti jantung.
5) Anatomi pembuluh darah suitable (sesuai) untuk operasi bypass.

Pasien Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang tidak dianjurkan untuk operasi bypass adalah:
1) Usia lanjut
2) Tidak ada gejala angina
3) Fungsi ventrikel kiri jelek (kurang dari 30%)
4) Struktur arteri koroner yang tidak memungkinkan untuk disambung.

Komplikasi operasi bypass yang sering terjadi adalah pendarahan, infeksi, serangan jantung atau gangguan irama sampai pasien meninggal, gagal ginjal, stroke dan gangguan pernapasan. Pasien yang sudah dilakukan operasi bypass perlu mengikuti program rehabilitasi.

4. EECP (Enhanced External Counter-Pulsation)
Dengan tiga pasang manset yang dibalutkan di betis, paha dan pinggul. Manset ini mengembang pada waktu jantung relaksasi secara berurutan mulai dari betis, paha dan kemudian pinggul. Dengan demikian darah didorong balik dari perifer ke jantung sehingga meningkatkan tekanan darah diastol yang selanjutnya mendorong darah masuk ke dalam arteri koroner. Manset mengempis secara cepat pada waktu jantung berkontraksi, hal ini memberi tekanan negatif di perifer seolah-olah darah diisap keluar dari jantung.

Dengan prinsip kerja ini EECP mampu meningkatkan suplai darah kedalam arteri koroner membuka kolateral, dan mengurangi beban jantung. efek ini terbukti dalam penelitian dimana penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang setelah diobat dengan EECP terjadi perbaikan perfusi miokard, frekuensi serangan angina pektoris, dan jumlah obat jantung yang dikonsumsi berkurang, juga terjadi peningkatan waktu latihan. Selain memperbaiki fungsi jantung, EECP ternyata dapat memperbaiki fungsi organ-organ vital lainnya seperti otak, hati dan ginjal. Dosis EECP untuk penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah setiap hari 1 jam selama 36 jam. Yang dapat dilakukan di Klinik Prima Medika, Makassar, Sulawesi Selatan.
Kesadaran untuk mulai hidup sehat dengan menghindari faktor-faktor risiko di atas akan jauh lebih bermanfaat dibandingkan sudah terlanjur terkena penyakit mematikan ini. Dari segi biayanya pun akan lebih ekonomis dalam pencegahan dibandingkan pengobatan (operasi ‘by pass’, obat-obatan) serta rehabilitasi yang harus dilakukan apabila ‘Si PJK’ sudah menyerang.


K. Diagnosa keperawatan dan rencana tindakan
1. gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan  dengan iskemia jaringan jantung atau sumbatan pada arteri koronaria
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien diharapkan mampu menunjukan adanya penurunan rasa nyeri dada,menunjukan adanya penurunan tekanan dan cara berelaksasi.
Rencana :
1.      Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri
2.      Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah ,nadi,respirasi,kesadaran)
3.      Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri dada
4.      Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman
5.      Ajrkan dan anjurkan pada pasien untyk melakukan tekhnik relaksasi
6.      Kolaborasi dalam: pemberian oksigen dan obat-obatan (beta bloker,antiangina,analgesic)
7.      Ukur tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan pengobatan dengan narkosa
 b. Intoleransi aktivitas berhububngan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ,adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi pada miokard
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan perawatan klien menunjujkan peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas(tekanan darah,nadi,irama dalam batas normal) tidak adanya angina
Rencana :
1.      Ctat irama jantung ,tekanan darah dan nadi sebelum ,selama dan sesudah melakukan aktivitas
2.      Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu
3.      Anjurkan pada pasien agar tidak ngeden pada saat buang air besar
4.      Jelaskan pada pasien tentang tahap-tahap aktivitas yang boleh dilakukan oleh pasien
5.      Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisik bahwa aktivitas melebihi batas
c. Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan denga perubahan dalam ....rate,irama,konduksi jantung,menurunnya preload atau peningkatan SVR miokardial ....infark .
Tujuan :
Tidak terjadi penurunan cardiac output selama dilakukan keperawatan
Rencana:
1.      Lakukan pengukuran tekanan darah (bandingkan kedua lengan pada posisi berdiri ,duduk dan tiduran,jika memungkinkan)
2.      Kaji kualitas nadi
3.      Catat perkembangan dari adanya S3 dan S4
4.      Auskultasi suara nafas
5.      Dampingi pasien pada saat melakukan aktifitas.sajikan makanan yang mudah dicerna dan kurangi konsumsi kafein
6.      Kolaborasi dalam:pemeriksaan serial ECG,foto thorak,pemberian obat-obatan anti disretmia.
d. .resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan tekanan .....darah,hipovolemia.
Tujuan:
Selama dilakukan tindakan keperawtan tidak terjadi penurunan perfusi jaringan .
Rencana:
1.      Kaji adanya perubahan kesadaran
2.      Inspeksi adanya pucat.cyanosis,kulit yang dingin dan penurunan kualitas nadi perifer.
3.      Kaji adanya tanda Homans (pain in calf on dorsoflextion)erythema,edema.
4.      Kaji respirasi(irama,kedalam dan usaha pernafasan)
5.      Kaji fungsi gastrointestinal(bising usus,abdominal distensi,konstipasi)
6.      Monitor intake dan output
7.      Kolaborasi dalam:pemerksaan ABG,BUN.serum ceratinin dan elektrolit
e. resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan excess berhubungan dengan penurunan ....perfusi organ(renal),peningkatan retensi natrium,penurunan plasma protein.
Tujuan:
Tidak terjadi kelebihan cairan didalam tubuh klien selama dalam perawatan.
Rencana :
1.      Auskultasi suara nafas (kaji adanya crackles)
2.      Kaji adanya jugular vein distension,peningkatan terjadinya edema
3.      Ukur intake dan output(balance cairan)
4.      Kaji berat badan setiap hari
5.      Anjurkan pada pasien untuk mengkonsumsi total cairan maksimal 2000 cc/24 jam
6.      Ssajikan makan dengan diet rendah garam
7.      Kolaborasi dalam pemberian deuritika


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar anda
terimakasih telah berkunjung ke blog saya :)
semoga bermanfaat :)