Rabu, 23 Mei 2012

PENGKAJIAN KEKUTAN OTOT DAN GANGGUAN KOORDINASI


PENGKAJIAN KEKUTAN OTOT DAN GANGGUAN  KOORDINASI


S1 KEPERAWATAN
STIKES AL-IRYAD AL-ISLAMIYAH CILACAP
2011



BAB I
PENDAHULUAN
Pengkajian merupakan salah satu urutan/bagian dari proses keperawatan yang sangat menentukan keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan. Tanpa pengkajian yang baik, maka rentetan proses selanjutnya tidak akan akurat, demikian pula pada pasien dengan gangguan persarafan. Pengkajian keperawatan data dasar yang komprehensif adalah kumpulan data yang berisikan status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan keperawatannya terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya.
Gangguan persarafan dapat berentang dari sederhana sampai yang kompleks. Beberapa gangguan persarafan menyebabkan gangguan/hambatan pada aktifitas hidup sehari-hari bahkan berbahaya. Komponen utama pengkajian persarafan adalah :
1.                  Riwayat kesehatan klien secara komprehensif
2.                  Pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan status persarafan
3.                  Diagnostik test yang berhubungan dengan persarafan baik bersifat spesifik maupun bersifat umum.







BAB II
PEMBAHASAN

A.                PENGKAJIAN KEKUATAN OTOT
Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap pengkajian merupakan pemikiran dasar dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Pengkajian yang lengkap, akurat, sesuai kenyataan, kebenaran data sangat penting untuk merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon individu.
Pengkajian kekuatan otot perlu memperhatikan kemampuan merubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran otot. Kelemahan otot menunjukkan polineuropati, gangguan elektrolit (kalsium dan kalium), miastenia grafis, poliomyelitis, dan distrofi otot. Dengan palpasi otot saat ekstremitas relaks digerakkan secara pasif akan terasa tonus otot. Mengkaji kekuatan otot dilakukan dengan palpasi otot dan ekstremitas yang digerakkan secara pasif dan rasakan tonus otot. Dan dalam melakukan pengkajian kekuatan otot diperlukan beberapa data yaitu:
1.                  Data Subyektif
Data subyektif merupakan data yang diambil berdasarkan penuturan pasien atau keluarga, seperti: adanya nyeri, kekakuan, kram, sakit pinggang, kemerahan, pembengkakan, deformitas, ROM, gangguan sensasi. Dalam pengambilan data subyektif dapat dilakuakan dengan cara PQRST :
a.                   Provikatif (penyebab)
b.                  Quality (bagaimana rasanya, kelihatannya)
c.                   Region/radiation (dimana dan apakah menyebar)
d.                  Severity (apakah mengganggu aktivitas sehari-hari)
e.                   Timing (kapan mulainya)
Pengkajian pada sistem muskuloskeletal:
a.                   Riwayat sistem muskuloskeletal, tanyakan juga tentang riwayat kesehatan masa lalu. Mencakup penyakit yang pernah dialami sebelumnya, penyakit apa yang pernah dialami pada masa kanak-kanak, pengobatan, periode perinatal, dan tumbuh kembang.
b.                  Riwayat dirawat di RS
c.                   Riwayat keluarga, diet. Perawat akan menanyakan pada keluarga sehubungan dengan kekuatan otot dan gangguan otot.
d.                  Aktivitas sehari-hari, jenis pekerjaan, jenis alas kaki yang digunakan
e.                   Permasalahan dapat saja baru diketahui setelah pasien ganti baju, membuka kran dll.
2.                  Data Obyektif
Data Obyektif merupakan data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh tenaga medis terhadap pasien. Adapun pengkajian fisik sistem muskuloskeletal yang dilakukan, meliputi:
a.                   Inspeksi dan palpasi ROM dan kekuatan otot  
Untuk mengetahui integritas tulang, postur, fungsi sendi, kekuatan otot, cara berjalan dan kemampuan pasien melakukan aktivitas sehari-hari.
b.                  Bandingkan dengan sisi lainnya.
c.                   Pengukuran kekuatan otot (0-5) dilakukan secara tradisional artinya mengukur   kekuatan otot dengan  menggunakan skala klasik, antara lain :
Skala 0 :  artinya otot tak  mampu bergerak, misalnya jika tapak tangan dan jari mempunyai skala 0 berarti tapak tangan dan jari tetap saja di tempat walau sudah diperintahkan untuk bergerak.
Skala 1:   jika otot ditekan masih terasa ada kontraksi atau kekenyalan ini berarti otot masih belum atrofi atau belum layu.
Skala 2:  dapat mengerakkan otot atau bagian yang lemah sesuai perintah misalnya tapak tangan disuruh telungkup atau lurus bengkok tapi jika ditahan sedikit saja sudah tak mampu bergerak
Skala 3: dapat menggerakkan otot dengan tahanan minimal misalnya dapat menggerakkan tapak tangan dan jari
Skala 4Dapat bergerak dan dapat melawan hambatan yang ringan.
Skala 5bebas bergerak dan dapat melawan tahanan yang setimpal untuk mengerahkan tenaga memencet jari-jari kita. Kalau lemah akan terasa tangan pasien tak mampu meremas kuat tangan kita. Kesulitannya adalah kalau pasien cewek yang tak pernah menggunakan tenaga otot jari tangan, remasannya terasa kurang kuat walaupun sudah dipaksakan untuk itu dapat diperiksa lebih jauh dengan hati-hati.
d.                  Duduk, berdiri dan berjalan kecuali ada kontra indikasi
e.                   Kemampuan dasar fungsional.

f.                   Perkusi dan auskultasi
Perkusi dilakukan untuk mengetahui adanya cairan dalam rongga sendi dan auskultasi dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan pada vaskuler dan krepitasi.
Sistem otot dikaji dengan memperhatikan kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar estremitas harus diukur untuk memantau pertambahan ukuran akibat adanya edema atau perdarahan kedalam otot, juga dapat dipergunakan untuk mendeteksi pengurangan ukuran akibat artrofi.

B.                 PENGKAJIAN GANGGUAN KOORDINASI
Pengkajian merupakan salah satu urutan/bagian dari proses keperawatan yang sangat menentukan keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan. Tanpa pengkajian yang baik, maka rentetan proses selanjutnya tidak akan akurat, demikian pula pada pasien dengan gangguan koordinasi. Gangguan koordinasi adalah gangguan keterampilan motorik. Seseorang dengan gangguan ini memiliki kesulitan dengan hal-hal seperti mengendarai sepeda, memegang pensil, dan melempar bola. Orang dengan gangguan ini sering disebut canggung. gerakan mereka lambat dan canggung. 
Orang dengan gangguan perkembangan koordinasi juga mungkin mengalami kesulitan menyelesaikan tugas-tugas yang melibatkan gerakan kelompok otot secara berurutan. Misalnya, orang tersebut mungkin tidak mampu melakukan hal berikut ini dalam rangka: membuka pintu lemari, keluar jaket, dan meletakkan di atas. Beberapa gangguan koordinasi menyebabkan gangguan/hambatan pada aktivitas hidup sehari-hari bahkan berbahaya. Komponen utama pengkajian koordinasi adalah:
1.      Riwayat kesehatan klien secara komprehensif
2.      Pemerikasaan fisik yang berhubungan dengan status koordinasi
3.      Diagnostik test yang berhubungan dengan koordinasi baik bersifat spesifik maupun bersifat umum.
Gangguan sistem koordinasi salah satu diantaranya adalah Ataksia. Ataksia merupakan penyakit menurun yang menyebabkan kerusakan progresif terhadap sistem saraf sehingga menyebabkan gangguan GAIT (Glucosamine/chondroitin Arthritis Intervention Trial) dan masalah berbicara sampai penyakit jantung. Ataksia disebabkan kemunduran jaringan saraf pada urat saraf tulang belakang (spinal cord) dan saraf yang mengendalikan gerakan otot pada lengan dan kaki. Urat saraf menjadi tipis dan sel-sel saraf kehilangan serabut myelin.
Pengkajian pasien Ataksia sebagai berikut:
1.      Data Subjektif
a.       Biodata
Ataksia dominan sering muncul pada umur 20 tahun sampai 30 tahun atau bahkan lebih tua lagi. Kadang individu dapat tidak menunjukkan gejala sampai usia 60 tahun.
b.      Riwayat Kesehatan
1)    Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh: tangan dan kaki susah digerakkan, penglihatan tidak jelas, kemampuan berbicara terganggu.
2)    Riwayat penyakit sekarang
3)    Riwayat penyakit keluarga
Ataksia termasuk penyakit keturunan
4)    Riwayat psikologi
5)    Riwayat psikososial
Pasien biasanya menutup diri dari lingkungan sekitar karena penyakitnya, keterbatasan aktivitas.


2.      Data objektif
Pemeriksaan yang dilakukan menggunakan:
a.         Elektromiogram (EMG), yang mengukur aktivitas elektrik sel-sel otot.
b.        Studi pengantaran saraf, yang mengukur kecepatan saraf meneruskan rangsangan.
c.         Elektrokardiogram (EKG), yang memberikan hasil grafik aktivitas elektrik atau pola denyut jantung.
d.        Ekokardiogram, yang merekam posisi dan gerakan otot jantung.
e.         Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan computed tomography (CT) scan, yang menyediakan gambar otak dan urat saraf tulang belakang.
f.         Ketukan tulang belakang (spinal tap) untuk mengevaluasi cairan serebrospinal.
g.        Tes darah dan urin untuk mengetahui naiknya kadar glukosa.
h.        Tes genetik untuk mengidentifikasi gen yang dipengaruhi.




 

 





BAB III
PENUTUP
Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian kekuatan otot perlu memperhatikan kemampuan merubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran otot. Lingkar estremitas harus diukur untuk memantau pertambahan ukuran akibat adanya edema atau perdarahan kedalam otot, juga dapat dipergunakan untuk mendeteksi pengurangan ukuran akibat artrofi.
Beberapa gangguan koordinasi menyebabkan gangguan/hambatan pada aktivitas hidup sehari-hari bahkan berbahaya. Komponen utama pengkajian koordinasi adalah:
1.      Riwayat kesehatan klien secara komprehensif
2.      Pemerikasaan fisik yang berhubungan dengan status koordinasi
3.      Diagnostik test yang berhubungan dengan koordinasi baik bersifat spesifik maupun bersifat umum.









BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin J, Grebb, Jack A. (2002). Sinopsis psikiatri ilmu pengetahuan psiatri klinis. Jakarta : Binarupa Aksara.
Alimul, Aziz. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar anda
terimakasih telah berkunjung ke blog saya :)
semoga bermanfaat :)